Alhamdulillah, wasyukurillah kita hadirkan pada Rabbul Izzati y6ang senantiasa mencurahkan Irodah-Nya sehingga kita berkenan menghimpun kembali bersama sanak keluarga, handai taulan dan kerabat umat islam di seluruh dunia. Semoga kita termasuk tabi’in hingga akhir zaman, amin.
Alkisah, seorang Abdi menemani Rasulullah dengan suara lirih. Ya Habibullah, apa imbalan dari puasaku ini? Apa niatmu? Timpal Nabi. Demi Allah, aku ingin dirahmati Allah. Tapi kenapa puasa ini membuat aku lapar dan sakit, mulutku bau sehingga aku tidak bias bicara. Ia berkata sambil menutup mulutnya. Wallahi, sabda Nabi: WAMALLAZATI ILLA BA’DAT TA’ABI yang artinya, seseorang yang ingin menang, dia harus kalah dulu. Tidak ada kata menang sebelum bertarung. Tidak ada kata berhasil sebelum berjuang. Seseorang baru dapat disebut berhasil atau hidup sejahtera setelah melalui perjuangan panjang, bekerja keras berusaha hingga jatuh bangun. Artinya kenikmatan itu baru bias kita rasakan kalau kita sudah merasakan kesusahan dan kesulitan dan manakala kita mapu hadapi kesulitan itu, di situlah sesungguhnya kita rasakan ketentraman hidup. Di dalam beberapa buku karya filosofi ulama besar BUYA HAMKA, kita baca peribahasa: BERAKIT – RAKIT KE HULU , BERENANG – RENANG KE TEPIAN, BERSAKIT – SAKIT DAHULU BERSENANG – SENANG KEMUDIAN.
Sakit itu kata Nabi, karena adanya sel – sel tubuh yang tidak normal. Akan halnya mobil, kalau mobil itu mogok, berarti ada onderdilnya yang rusak. Dia akan jalan setelah diperbaiki, artinya kalau puasa itu membuat kita sakit, berarti ada yang tidak beres, dengan kata lain kita belum ikhlas, karena puasa merupakan momentum “ CERMIN” untuk intropeksi diri apakah perbuatan kita lebih banyak yang buruk atau yang baik. Kita semua tahu, penyakit maag sesungguhnya sampai detik ini belum ada obat yang benar – benar menyembuhkan, dan terlalu banyak I’tibar, puasa menyembuhkan penyakit maag. Tapi kalau puasa itu yang membuat kita sakit, itu disebabkan karena factor psikologis. Justru tempaan melalui puasa, Qalbu akan menjadi obat hati ( penenang ). Dengan kata lain bulan puasa sama dengan bulan PUSDIKLAT QALBU.
Terkait dengan “ BAU MULUT” dimana sampai saat ini banyak orang puasa mengeluhkan masalah ini, mestinya kita melihat ke belakang bahwa bau mulut adalah pengaruh dari proses “ cuci gudang” dimana kita tahu, gudang adalah tempat yang jarang diperhatikan. Artinya gudang yang diabaikan biasanya akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Demikian pula dengan isi perut, tanpa kita sadari, betapa banyak jenis makanan yang ada didalamya, tapi begitu melihat makanan yang menggoda selera, memikat imajinasi, pikiran langsung merespon. Akibatnya penumpukan terjadi. Disinilah embrio terbentuknya penyakit dan cara mencucinya pesan Nabi, dengan puasa. Dengan puasa akan menimbulkan bau mulut, ini dalam bentuk wujud material, tetapi secara non material yang kita sebut mental dan spiritual, khususnya menyangkut sikap dan perbuatan, justru dengan bau mulut akan lebih menjadi alat kendali diri untuk berbicara kepada orang, apalagi yang sifatnya mubazir dan sia-sia, disinilah makna puasa itu bermakna.
Ikhtisar di atas menekankan agar sesuatu yang akan kita lakukan, hendaknya diperhitungkan secara matang. Artinya baik fisik (ruh) maupun materi harus siap. Fisik mempersiapkan diri, sementara materi (sarana) sebagai pendukung. Keduanya akan menjadi “moral force”. Manakala salah satunya lemah, rasanya sulit puasa itu dilakukan dengan ikhlas. Buktinya, seringkali kita melihat orang berpuasa tapi cuap sana-sini, bahkan gibah dan memfitnah orang. Adalagi puasa karena riya, tapi ketika tidak ada yang melihat, ia makan diam-diam. Inilah yang disebut puasa zhohir. Padahal puasa itu perintah Allah yang tak kasat mata.seorang murid tidak akan berbohong, pada gurunya manakala Tauhid (taqwa) yang dipegang. Semua dilakukan karena Allah SWT. Tenang dan jujur, taat dan sabar. Tutur katanya santun, sekalipun bukan bulan puasa. Akhir-akhir ini kita sedih melihat perkembangan anak usia sekolah. Nakal dan serampangan, bahkan berani merokok di depan guru. Saat ini NARKOBA sudah masuk ke sekolah. Salah siapa sesungguhnya? Inilah dampak dari kebebasan yang kebablasan. Saat ini, 85% pelajar di Indonesia sudah berada di gerbang kebobrokan moral. Kalau ini dibiarkan terus, negeri ini akan karam oleh murka Allah, yang saat ini sedang diperlihatkan kepada kita, betapa di perut bumi ada senjata yang siap meledak kapan dikehendaki-Nya. Oleh karena itu mari kita mulai dari saat ini, karena secara perlahan dan pasti, kita wujudkan nilai-nilai islam secara kafah, dimulai dari dalam rumah sendiri, kelak kita semua akan menjadi manusia mukhlis. Akhirnya segenap pengurus Lembaga Dakwah Kampus Ar-Raihan Universitas Lakidende mengucapkan:
“MARHABAN YAA SYAHRO RAMADHAN, YAA SYAHROSSHIYAM”